Dalam perjalanan kami sebagai yarn hand dyers, kami telah melakukan banyak eksperimen dengan berbagai jenis pewarna. Namun, satu kesadaran yang terus berkembang dalam pikiran kami adalah dampak lingkungan dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses pewarnaan benang.
Akhirnya, kami memutuskan untuk beralih sepenuhnya ke pewarna makanan daripada pewarna tekstil. Keputusan ini didasarkan pada kepedulian kami terhadap lingkungan dan kesadaran akan dampak limbah kimia terhadap ekosistem kita. Pewarna makanan adalah senyawa yang sering ditemukan dalam makanan sehari-hari kita, dan mereka cenderung lebih mudah terurai oleh lingkungan. Pewarna tekstil sering menghasilkan limbah beracun yang sulit untuk diuraikan dan dapat mencemari air dan tanah. Dengan menggunakan pewarna makanan, kami dapat meminimalkan jejak karbon dan limbah kimia dari usaha kami.
Industri Tekstil dan Limbahnya
Industri tekstil merupakan salah satu industri terbesar di dunia dengan rata-rata memproduksi 60 miliar kilogram kain setiap tahunnya. Proses pewarnaan tekstil masih menjadi salah satu industri yang paling mencemari di planet ini – merusak udara, air, dan tanah di daerah produksinya. Tahukah kamu bahwa 72 bahan kimia beracun telah diidentifikasi dalam sistem air tawar yang berasal hanya dari pewarnaan tekstil saja?
Hingga pertengahan abad kesembilan belas, sebagian besar pewarna yang digunakan diproduksi secara alami. Mauveine, pigmen ungu sintetis yang diperoleh dari anilin, diproduksi pada tahun 1856 – dan sejak itu pewarna sintetis telah mendominasi industri ini. Harga pewarna sintetis lebih terjangkau, lebih banyak pilihan warna, dan sangat mudah diproduksi. Namun, peralihan ke pewarna sintetis telah sangat merugikan bagi kesehatan planet kita. Pencemaran udara, air, dan tanah menjadi efek negatif dari industri tekstil.
Berikut beberapa fakta terkait:
- 20% dari semua polusi air industri disebabkan oleh pewarna tekstil dan perawatannya.
- Diperkirakan ada 10.000 pewarna berbeda yang digunakan secara industri.
- 8.000 bahan kimia sintetis digunakan untuk memutihkan (bleaching), merawat, dan mencerahkan pakaian kita.
Acid Dyes: Pewarna Makanan vs Pewarna Tekstil
Ada ratusan atau bahkan ribuan jenis pewarna acid dye. Beberapa lebih baik daripada yang lain, dalam hal ketahanan cuci atau ketahanan terhadap cahaya. Pewarna makanan sintetis tergolong dalam acid dye. Itulah mengapa pewarna makanan berkinerja sangat buruk pada katun tetapi bekerja dengan baik pada serat protein seperti wol dan sutra, seperti semua acid dye lainnya. Ada banyak pewarna acid dye khusus tekstil yang digunakan oleh yarn dyers, di antaranya bermerek Jacquard dan Dharma Trading.
Dalam beberapa kasus, pewarna acid dye khusus tekstil kelas profesional mungkin tidak berkinerja jauh lebih baik pada tekstil dibandingkan pewarna makanan. Tidak semua pewarna tekstil acid dye tahan lama, bahkan ada juga yang selalu luntur saat dicuci. Tetapi jika dibandingkan dengan pewarna makanan, pewarna tekstil acid dye menghasilkan warna yang lebih menyala dan karena bentuknya yang berupa bubuk, dapat memproduksi colorway speckles yang lebih terdefinisi.
Ketahanan warna pada benang tidak hanya dipengaruhi oleh jenis pewarnanya saja, tetapi juga pada pemilihan mordant, formulasi kejenuhan pewarna serta mordant, jumlah air, suhu air, komposisi benang, dan perlakuan khusus sebelum, saat, dan sesudah proses pewarnaan. Kami di Papiput selalu melakukan eksperimen untuk masing-masing colorway kami untuk memastikan kemiripan warna dari satu dye lot ke dye lot berikutnya, serta ketahanan warna walaupun telah dicuci berulang kali.
Keterbatasan Pewarna Makanan
Beralih ke pewarna makanan juga memiliki keterbatasan. Salah satu keterbatasan utamanya adalah ketidakmampuan untuk menciptakan warna-warna gelap dan pekat seperti hitam. Pewarna makanan cenderung menghasilkan warna yang lebih lembut dan transparan, sehingga menciptakan warna hitam yang dalam dan pekat menjadi tantangan. Beberapa pelanggan lama kami menanyakan mengapa kami tidak lagi menjual warna hitam pekat dan murni seperti colorway lama kami: Gong.
Meskipun kami harus mengorbankan kemampuan untuk menciptakan warna hitam pekat, kami percaya ada keuntungan jangka panjang yang jauh lebih berharga daripada keterbatasan tersebut. Dengan memilih solusi yang lebih ramah lingkungan, kami berharap dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungan dan generasi mendatang.
Menjaga Kualitas Sambil Menjaga Lingkungan
Warna-warna gelap yang lebih alami seperti biru tua, ungu tua, cokelat tua, merah marun, dan lainnya tetap dapat kami produksi, tentunya dengan komposisi dan formulasi berbeda, namun tetap menggunakan pewarna makanan. Kami tetap menjaga kualitas warna kami, kecerahan, dan ketahanannya sambil meningkatkan kesadaran kami terhadap limbah yang dihasilkan di setiap proses pewarnaan yang kami lakukan sehingga kamu tidak perlu khawatir warna benang Papiput kamu akan luntur, warnanya pudar, atau hilang sama sekali.
Kami di Papiput mengundang rekan-rekan sesama hand dyers untuk mempertimbangkan beralih ke pewarna makanan atau pewarna alami sebagai alternatif yang lebih ”hijau”. Walaupun upaya ini tergolong kecil, tapi kita dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan.
Referensi
https://healtheplanet.com/100-ways-to-heal-the-planet/textile-dyeing http://www.pburch.net/dyeing/dyeblog/C1405331529/E20100304123630/index.html
Ready to dive into the colorful world of yarn dyeing?
Learn the art of creating vibrant, personalized yarns with expert guidance at Papiput Yarn Dyeing Workshop. Don’t miss out on the exciting opportunity to unleash your creativity.